Berita
Cosplay
Fitur
Wawancara

Dunia cosplay selalu menghadirkan kisah menarik di balik setiap karakter yang dihidupkan. Bagi sebagian orang, ini hanyalah hobi mengenakan kostum. Namun, bagi sebagian lainnya, cosplay adalah media ekspresi, kreativitas, dan bahkan pintu menuju panggung dunia.
Salah satu contohnya adalah Camellia Zahra, cosplayer asal Indonesia yang berhasil menjadi perwakilan (representative) Indonesia di ajang World Cosplay Summit (WCS) 2025 di Nagoya, Jepang. Ia dan rekannya, Kagami Yuuto, lolos ke WCS setelah menjuarai ICGP 2025 Grand Champion dari regional Jawa Tengah.
Untuk mengenal lebih jauh tentang Camellia Zahra, Tim Gimboy berkesempatan untuk melakukan wawancara secara online. Dirinya bercerita tentang awal mula perjalanannya, tantangan, hingga mimpinya di dunia cosplay.
Berikut adalah hasil wawancaranya!
Gimboy: Karakter apa yang kamu bawakan saat preliminary dan mengapa memilih karakter itu? Adakah pesan khusus yang ingin kamu sampaikan melalui pilihan karakter tersebut?
Camellia: Aku membawakan karakter Maki dari Jujutsu Kaisen. Sejujurnya aku biasa saja dengan jalan cerita keseluruhan, tapi untuk arc Maki–Naoya ini menurutku menarik. Ini proses Maki mendapatkan kekuatan secara utuh dengan pengorbanan besar. Konfliknya unik, di mana Naoya ingin menjadi penerus kekuatan Toji, tapi yang mendapatkannya justru Maki—padahal Maki sendiri tidak tahu siapa itu Toji.

Gimboy: Apa yang kamu rasakan saat benar-benar lolos ke WCS? Apakah ada momen khusus yang paling emosional selama proses ini?
Camellia: Sebenarnya aku benar-benar tidak menyangka. Semua peserta bagus-bagus, jadi aku sudah nothing to lose. Tapi setelah pengumuman, aku langsung teringat seluruh proses dari mulai mencari partner, mengulik konsep, belanja perlengkapan, hingga mengorbankan jam tidur. Karena kami berdua sama-sama bekerja, pengerjaan kebutuhan ICGP sampai WCS dilakukan sepulang kerja, dan biasanya selesai jam 2 pagi hampir setiap hari.

Gimboy: Apa arti cosplay bagi kamu secara pribadi? Apakah ini hanya sekadar hobi, atau ada makna yang lebih dalam?
Camellia: Aku masih menganggap ini sebagai hobi. Aku suka perform dan acting, serta menikmati proses research mendalam untuk karakter yang ingin aku bawakan.
Gimboy: Bisa diceritakan awal mula ketertarikan kamu pada dunia cosplay? Apakah ada momen tertentu yang membuat kamu benar-benar jatuh cinta pada hobi ini?
Camellia: Awalnya aku tidak langsung terjun ke cosplay. Aku ikut lomba anisong, dan di aturan lombanya peserta harus menyanyi sekaligus cosplay dari lagu yang dibawakan.
Waktu itu aku membawakan lagu Attack On Titan berjudul “D.O.A” sambil cosplay Hanji Zoe. Karena belum tahu apa itu cosplay, kostum aku seadanya banget—tidak pakai wig, hanya jaket Recon Corps, belt dan sepatu bikin sendiri, dan pastinya tidak proper.
Tapi karena lomba itu digabung dengan event cosplay, aku jadi tahu soal cosplay dari situ. Dari sana aku mulai tertarik dan mencari perlengkapan cosplay.

Gimboy: Apa tantangan terbesar yang kamu hadapi selama proses ini, baik teknis maupun mental?
Camellia: Pastinya soal keuangan, hehe. Tapi tantangan awalnya justru mencari partner, karena aku perfectionist dan agak bossy. Untungnya partner-ku cocok, kami saling bertukar ide tanpa keras kepala. Kalau buntu, kami minta saran dari orang terdekat.
Gimboy: Menurut kamu, apa yang membedakan cosplay sebagai hobi dengan cosplay sebagai bentuk representasi negara di ajang seperti WCS?
Camellia: Sulit menjelaskan secara spesifik karena alasan orang cosplay berbeda-beda. Tapi secara pribadi, di WCS aku hanya ingin menampilkan yang terbaik. Aku selalu meyakinkan diri bahwa aku bukan yang terbaik, masih ada yang lebih bagus dari negara lain. Intinya, jangan cepat puas.
Gimboy: Kamu sempat menyebut bahwa Mama dulu tidak menyetujui kamu cosplay. Bagaimana kamu menyikapi larangan tersebut dan apa yang membuatmu tetap bertahan?
Camellia: Mungkin karena aku suka kebebasan berekspresi. Di cosplay ini, banyak hal yang bisa dieksplorasi, khususnya soal acting atau in character dengan tokoh yang aku bawakan. Itu yang membuatku bertahan. Apalagi setelah aku belajar banyak hal seperti makeup, wig styling, dan crafting.
Gimboy: Kamu menulis bahwa kamu sempat “berjanji” saat ziarah ke makam Mama sebelum preliminary. Seberapa besar peran Mama dalam perjalanan kamu, baik secara langsung maupun spiritual?
Camellia: Kalau Mama masih ada, mungkin kondisinya berbeda, karena Mama benar-benar tidak suka aku cosplay. Tapi aku ingin membuktikan kalau hobi cosplay punya tujuan. Dan WCS ini adalah goals aku. Sayangnya, sekarang tidak bisa disampaikan langsung.
Gimboy: Kalau boleh bermimpi lebih jauh, apa harapan kamu ke depannya di dunia cosplay atau karier kamu?
Camellia: Aku ingin punya tim cosplay performance seperti live stage di Jepang. Semoga bisa terwujud!
Gimboy: Untuk banyak orang, cosplay masih dianggap sekadar hobi. Apa pesan kamu untuk orang tua atau publik yang masih meremehkan potensi dan nilai dari dunia cosplay?
Camellia: Aku tidak bisa terlalu beropini karena setiap orang tua punya alasan masing-masing. Tapi menurutku, selama cosplay dilakukan secara positif—baik dari lingkungan maupun karakter yang dibawakan—itu sah-sah saja.
Kita juga harus menjaga perasaan orang tua. Mungkin bisa mulai dengan menunjukkan sisi positif cosplay, bahwa kita bisa bebas berekspresi tanpa harus kebablasan.
Ingin melihat karya-karya Camellia Zahra di dunia cosplay dan perjalanan menuju WCS 2025? Yuk, mampir ke Instagram @caramelattest!
* Disclaimer: Jawaban wawancara telah melalui proses editing oleh redaksi untuk memudahkan pembaca dalam memahami maksud yang disampaikan.
Camellia Zahra: Dari Anisong ke Panggung Cosplay Dunia

Dunia cosplay selalu menghadirkan kisah menarik di balik setiap karakter yang dihidupkan. Bagi sebagian orang, ini hanyalah hobi mengenakan kostum. Namun, bagi sebagian lainnya, cosplay adalah media ekspresi, kreativitas, dan bahkan pintu menuju panggung dunia.
Salah satu contohnya adalah Camellia Zahra, cosplayer asal Indonesia yang berhasil menjadi perwakilan (representative) Indonesia di ajang World Cosplay Summit (WCS) 2025 di Nagoya, Jepang. Ia dan rekannya, Kagami Yuuto, lolos ke WCS setelah menjuarai ICGP 2025 Grand Champion dari regional Jawa Tengah.
Untuk mengenal lebih jauh tentang Camellia Zahra, Tim Gimboy berkesempatan untuk melakukan wawancara secara online. Dirinya bercerita tentang awal mula perjalanannya, tantangan, hingga mimpinya di dunia cosplay.
Berikut adalah hasil wawancaranya!
Gimboy: Karakter apa yang kamu bawakan saat preliminary dan mengapa memilih karakter itu? Adakah pesan khusus yang ingin kamu sampaikan melalui pilihan karakter tersebut?
Camellia: Aku membawakan karakter Maki dari Jujutsu Kaisen. Sejujurnya aku biasa saja dengan jalan cerita keseluruhan, tapi untuk arc Maki–Naoya ini menurutku menarik. Ini proses Maki mendapatkan kekuatan secara utuh dengan pengorbanan besar. Konfliknya unik, di mana Naoya ingin menjadi penerus kekuatan Toji, tapi yang mendapatkannya justru Maki—padahal Maki sendiri tidak tahu siapa itu Toji.

Gimboy: Apa yang kamu rasakan saat benar-benar lolos ke WCS? Apakah ada momen khusus yang paling emosional selama proses ini?
Camellia: Sebenarnya aku benar-benar tidak menyangka. Semua peserta bagus-bagus, jadi aku sudah nothing to lose. Tapi setelah pengumuman, aku langsung teringat seluruh proses dari mulai mencari partner, mengulik konsep, belanja perlengkapan, hingga mengorbankan jam tidur. Karena kami berdua sama-sama bekerja, pengerjaan kebutuhan ICGP sampai WCS dilakukan sepulang kerja, dan biasanya selesai jam 2 pagi hampir setiap hari.

Gimboy: Apa arti cosplay bagi kamu secara pribadi? Apakah ini hanya sekadar hobi, atau ada makna yang lebih dalam?
Camellia: Aku masih menganggap ini sebagai hobi. Aku suka perform dan acting, serta menikmati proses research mendalam untuk karakter yang ingin aku bawakan.
Gimboy: Bisa diceritakan awal mula ketertarikan kamu pada dunia cosplay? Apakah ada momen tertentu yang membuat kamu benar-benar jatuh cinta pada hobi ini?
Camellia: Awalnya aku tidak langsung terjun ke cosplay. Aku ikut lomba anisong, dan di aturan lombanya peserta harus menyanyi sekaligus cosplay dari lagu yang dibawakan.
Waktu itu aku membawakan lagu Attack On Titan berjudul “D.O.A” sambil cosplay Hanji Zoe. Karena belum tahu apa itu cosplay, kostum aku seadanya banget—tidak pakai wig, hanya jaket Recon Corps, belt dan sepatu bikin sendiri, dan pastinya tidak proper.
Tapi karena lomba itu digabung dengan event cosplay, aku jadi tahu soal cosplay dari situ. Dari sana aku mulai tertarik dan mencari perlengkapan cosplay.

Gimboy: Apa tantangan terbesar yang kamu hadapi selama proses ini, baik teknis maupun mental?
Camellia: Pastinya soal keuangan, hehe. Tapi tantangan awalnya justru mencari partner, karena aku perfectionist dan agak bossy. Untungnya partner-ku cocok, kami saling bertukar ide tanpa keras kepala. Kalau buntu, kami minta saran dari orang terdekat.
Gimboy: Menurut kamu, apa yang membedakan cosplay sebagai hobi dengan cosplay sebagai bentuk representasi negara di ajang seperti WCS?
Camellia: Sulit menjelaskan secara spesifik karena alasan orang cosplay berbeda-beda. Tapi secara pribadi, di WCS aku hanya ingin menampilkan yang terbaik. Aku selalu meyakinkan diri bahwa aku bukan yang terbaik, masih ada yang lebih bagus dari negara lain. Intinya, jangan cepat puas.
Gimboy: Kamu sempat menyebut bahwa Mama dulu tidak menyetujui kamu cosplay. Bagaimana kamu menyikapi larangan tersebut dan apa yang membuatmu tetap bertahan?
Camellia: Mungkin karena aku suka kebebasan berekspresi. Di cosplay ini, banyak hal yang bisa dieksplorasi, khususnya soal acting atau in character dengan tokoh yang aku bawakan. Itu yang membuatku bertahan. Apalagi setelah aku belajar banyak hal seperti makeup, wig styling, dan crafting.
Gimboy: Kamu menulis bahwa kamu sempat “berjanji” saat ziarah ke makam Mama sebelum preliminary. Seberapa besar peran Mama dalam perjalanan kamu, baik secara langsung maupun spiritual?
Camellia: Kalau Mama masih ada, mungkin kondisinya berbeda, karena Mama benar-benar tidak suka aku cosplay. Tapi aku ingin membuktikan kalau hobi cosplay punya tujuan. Dan WCS ini adalah goals aku. Sayangnya, sekarang tidak bisa disampaikan langsung.
Gimboy: Kalau boleh bermimpi lebih jauh, apa harapan kamu ke depannya di dunia cosplay atau karier kamu?
Camellia: Aku ingin punya tim cosplay performance seperti live stage di Jepang. Semoga bisa terwujud!
Gimboy: Untuk banyak orang, cosplay masih dianggap sekadar hobi. Apa pesan kamu untuk orang tua atau publik yang masih meremehkan potensi dan nilai dari dunia cosplay?
Camellia: Aku tidak bisa terlalu beropini karena setiap orang tua punya alasan masing-masing. Tapi menurutku, selama cosplay dilakukan secara positif—baik dari lingkungan maupun karakter yang dibawakan—itu sah-sah saja.
Kita juga harus menjaga perasaan orang tua. Mungkin bisa mulai dengan menunjukkan sisi positif cosplay, bahwa kita bisa bebas berekspresi tanpa harus kebablasan.
Ingin melihat karya-karya Camellia Zahra di dunia cosplay dan perjalanan menuju WCS 2025? Yuk, mampir ke Instagram @caramelattest!
* Disclaimer: Jawaban wawancara telah melalui proses editing oleh redaksi untuk memudahkan pembaca dalam memahami maksud yang disampaikan.
Kategori
Berita
Posting Komentar