Berita
Fitur
Game

Pelajaran berharga tentang cara mempromosikan game dari awal pengembangan hingga rilis. Wajib diketahui oleh semua developer game indie.
Siapa sangka, game dengan tema berat seperti 1998: The Toll Keeper Story bisa menarik perhatian jutaan orang, bahkan meraih rating “Very Positive” di Steam hanya dalam hitungan hari setelah rilis? Di balik keberhasilan itu, ada kisah menarik tentang bagaimana tim GameChanger Studio membangun strategi promosi yang bukan sekadar jualan game, tapi juga menyentuh hati banyak orang.
Kisah tersebut dibagikan oleh sang developer, Dodick Zulaimi Sudirman selaku COO dari GameChanger Studio, pada laman Steam Community. Dan saya rasa, kisah perjalanan promosi 1998: The Toll Keeper Story, dari persiapan hingga rilis, sangat layak untuk menjadi bahan pelajaran bagi para developer game indie, khususnya yang masih baru dalam industri ini.
Saya kemas dengan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti karena aslinya bahasa Inggris, dan sedikit bumbu tambahan supaya lebih sedap.
Ayo kita simak kisahnya!
Sejak awal, tim sadar bahwa 1998: The Toll Keeper Story bukan game biasa. Temanya sensitif, menyentuh masa kelam sejarah Indonesia. Karena itu, strategi promosinya tak bisa asal ramai.
Alih-alih langsung memamerkan gameplay atau fitur, Dodick, bersama tim memilih pendekatan yang lebih manusiawi, yaitu membangun percakapan dan komunitas. Mereka mulai dengan pertanyaan sederhana di media sosial yang memancing interaksi dan rasa ingin tahu, seperti “Apa momen paling menegangkan yang pernah kamu alami saat krisis?”. Pertanyaan ini bukan hanya sekadar konten, tapi juga membuat orang berpikir dan merasa dekat dengan atmosfer game. Di sisi lain, mereka mulai membuat dunia fiktif Janapa secara perlahan.
Puncaknya terjadi pada 30 April 2025, ketika mereka mengirimkan rilis pers ke media. Responnya luar biasa. Dalam dua hari, berita tentang game ini muncul di berbagai situs besar seperti The Lazy Media, GGWP.ID, Diorama.id, KotakGame, hingga Duniaku. Bahkan media nasional seperti Tempo dan Detik ikut mengangkatnya. Tak lama kemudian, kabar ini menembus media luar negeri — dari China, Rusia, Thailand, Malaysia hingga Brazil.
Hasilnya pun luar biasa. Salah satu reels Instagram mereka menembus 1,3 juta views. Jumlah pengikut di Instagram melonjak hingga lebih dari 5 ribu. Yang paling penting, wishlist Steam melesat hingga 3.832 pada 19 Mei, yang hampir dua kali lipat target awal.
Dari data ini, mereka belajar satu hal penting di mana posting di akhir pekan jauh lebih efektif. Maka jadwal konten pun diatur ulang menjadi setiap Rabu, Sabtu, dan Minggu, layaknya warung yang tahu kapan pembelinya ramai.
Setelah momentum besar di Mei, tim tak mau kehilangan momentum. Mereka menyiapkan kejutan bertepatan dengan ulang tahun GameChanger Studio yang ke-12.

Kali ini, mereka tidak sendirian. Kamila bergabung untuk memperkuat divisi marketing. Bersama Riris, Sang CEO, mereka menciptakan dua ide besar, yaitu kolaborasi dengan Si Juki, karakter komik populer Indonesia, yang akan tampil sebagai supir cameo dalam game; serta event giveaway Steam Key untuk mengapresiasi para penggemar lama yang disebut “Changer Fans”.
Kombinasi nostalgia, humor lokal, dan rasa terima kasih ini berhasil membuat komunitas semakin hangat — seperti pesta kecil yang merayakan kerja keras dan kebersamaan.
Kalau diibaratkan seperti rumah, 1998: The Toll Keeper Story sudah punya banyak tamu yang datang, tapi belum punya ruang tamu untuk ngobrol. Maka mereka membuat Discord resmi GameChanger Studio, dengan target 300 anggota sebelum demo pada Steam Next Fest di bulan Oktober.

Untuk mencapai itu, mereka mengadakan berbagai acara mingguan seperti livestreaming demo 1998 dan game lain buatan studio, kompetisi desain poster propaganda, hingga event “Letters for Dewi” — tempat pemain menulis surat untuk karakter utama game.
Tidak hanya online, tim juga hadir di Indonesia Game Week (IGW). Di sana, Yosi, sang UI artist, mencetuskan ide unik, yaitu “Lomba Dekorasi Diary Dewi”, yang mana pengunjung bisa menghias halaman diary dan membawa pulang hadiah. Pendekatan ini terasa personal, seperti bertemu langsung dengan jiwa game-nya.
Alih-alih terus memamerkan screenshot atau gameplay, Riris mengganti arah promosi dan fokus pada makna di balik game.
Mereka mulai memposting konten tematik, seperti potongan berita dalam game yang menjelaskan alasan mahasiswa berdemo, gambar selebaran propaganda untuk menunjukkan bagaimana informasi menyebar di masa 1998 sebelum ada media sosial, serta foto graffiti “Demokrasi Mati” sebagai simbol suara rakyat di tengah krisis.

Pendekatan ini membuat audiens tidak hanya tahu game-nya, tapi juga merasakan konteks sejarah dan emosinya. Seperti membaca buku harian yang tiba-tiba terasa nyata.
Semakin dekat ke tanggal rilis 28 Oktober, strategi tim beralih ke fase serius, yaitu media outreach dan review.
Sekitar 10–13 Oktober, mereka mengirim Steam Key versi penuh ke media lokal dan Asia Tenggara lebih awal, agar jurnalis punya cukup waktu untuk menulis review sebelum embargo. Untuk pasar internasional, mereka bekerja sama dengan CC Games sebagai publisher wilayah China, Hong Kong, Taiwan, dan Makau.
Langkah ini sangat cerdas. Banyak studio kecil sering menunggu hingga game rilis terlebih dahulu, baru menghubungi media, tapi GameChanger melakukannya lebih awal, sehingga review sudah siap tepat di hari peluncuran.
Saat hari peluncuran tiba, tim seperti menonton pesta besar. Review mulai bermunculan dari Screen Hype dan Kakuchopurei, yang dirasa memberikan suntikan semangat yang sangat besar.

Lalu efek domino dimulai. YouTuber seperti Wendika, Christopher Devin, dan Droomp mulai memainkan game ini. Bahkan Droomp sampai kesal sendiri karena belum menemukan semua ending — momen yang nampaknya justru sangat menghibur bagi penonton.
Kemudian datanglah “gelombang besar”, Windah Basudara memainkan 1998: The Toll Keeper Story. Semua anggota tim menontonnya bersama. Setelah itu, giliran Eno Bening dan PokoPow yang ikut bermain.
Reaksi pemain pun meledak. Banyak yang saling berdiskusi di Discord mencari “Best Ending”. Hasilnya nyata. Dalam dua hari, game ini mengumpulkan 50 review positif di Steam. Dua hari berikutnya, jumlahnya tembus 100 review dan mendapat rating “Very Positive”. Versi mobile-nya pun sukses besar, menembus posisi lima besar di kategori “Top Paid (New)”.
Kisah sukses 1998: The Toll Keeper Story membuktikan bahwa marketing game bukan cuma soal strategi, tapi juga empati.
GameChanger Studio berhasil membuat orang peduli dulu, baru tertarik membeli. Seperti ketika kamu menonton film yang menggugah perasaan — kamu tak hanya ingin tahu ending-nya, tapi juga ingin tau proses kreatif di baliknya hingga ikut mendukung orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Bagi tim GameChanger, promosi 1998 bukan sekadar kampanye, tapi perjalanan bersama komunitas. Dan keberhasilan itu jadi bukti bahwa saat hati, cerita, dan strategi berjalan beriringan, bahkan game indie pun bisa bersuara besar.
Apakah kamu termasuk yang ikut wishlist atau menonton Windah saat memainkan game ini waktu rilis? Kalau iya, mungkin kamu juga bagian dari kisah sukses luar biasa ini.
1998: The Toll Keeper Story sudah tersedia di PC via Steam, maupun Android via Google Play!
Di Balik Kesuksesan 1998: The Toll Keeper Story — Dari 1,3 Juta Views hingga Rating "Very Positive" di Steam

Pelajaran berharga tentang cara mempromosikan game dari awal pengembangan hingga rilis. Wajib diketahui oleh semua developer game indie.
Siapa sangka, game dengan tema berat seperti 1998: The Toll Keeper Story bisa menarik perhatian jutaan orang, bahkan meraih rating “Very Positive” di Steam hanya dalam hitungan hari setelah rilis? Di balik keberhasilan itu, ada kisah menarik tentang bagaimana tim GameChanger Studio membangun strategi promosi yang bukan sekadar jualan game, tapi juga menyentuh hati banyak orang.
Kisah tersebut dibagikan oleh sang developer, Dodick Zulaimi Sudirman selaku COO dari GameChanger Studio, pada laman Steam Community. Dan saya rasa, kisah perjalanan promosi 1998: The Toll Keeper Story, dari persiapan hingga rilis, sangat layak untuk menjadi bahan pelajaran bagi para developer game indie, khususnya yang masih baru dalam industri ini.
Saya kemas dengan bahasa Indonesia yang mudah dimengerti karena aslinya bahasa Inggris, dan sedikit bumbu tambahan supaya lebih sedap.
Ayo kita simak kisahnya!
Awal Mula: Mencari Suara yang Tepat (April–Mei 2025)
Sejak awal, tim sadar bahwa 1998: The Toll Keeper Story bukan game biasa. Temanya sensitif, menyentuh masa kelam sejarah Indonesia. Karena itu, strategi promosinya tak bisa asal ramai.
Alih-alih langsung memamerkan gameplay atau fitur, Dodick, bersama tim memilih pendekatan yang lebih manusiawi, yaitu membangun percakapan dan komunitas. Mereka mulai dengan pertanyaan sederhana di media sosial yang memancing interaksi dan rasa ingin tahu, seperti “Apa momen paling menegangkan yang pernah kamu alami saat krisis?”. Pertanyaan ini bukan hanya sekadar konten, tapi juga membuat orang berpikir dan merasa dekat dengan atmosfer game. Di sisi lain, mereka mulai membuat dunia fiktif Janapa secara perlahan.
Puncaknya terjadi pada 30 April 2025, ketika mereka mengirimkan rilis pers ke media. Responnya luar biasa. Dalam dua hari, berita tentang game ini muncul di berbagai situs besar seperti The Lazy Media, GGWP.ID, Diorama.id, KotakGame, hingga Duniaku. Bahkan media nasional seperti Tempo dan Detik ikut mengangkatnya. Tak lama kemudian, kabar ini menembus media luar negeri — dari China, Rusia, Thailand, Malaysia hingga Brazil.
Hasilnya pun luar biasa. Salah satu reels Instagram mereka menembus 1,3 juta views. Jumlah pengikut di Instagram melonjak hingga lebih dari 5 ribu. Yang paling penting, wishlist Steam melesat hingga 3.832 pada 19 Mei, yang hampir dua kali lipat target awal.
Dari data ini, mereka belajar satu hal penting di mana posting di akhir pekan jauh lebih efektif. Maka jadwal konten pun diatur ulang menjadi setiap Rabu, Sabtu, dan Minggu, layaknya warung yang tahu kapan pembelinya ramai.
Gebrakan di Ulang Tahun ke-12 (Juni 2025)
Setelah momentum besar di Mei, tim tak mau kehilangan momentum. Mereka menyiapkan kejutan bertepatan dengan ulang tahun GameChanger Studio yang ke-12.

Kali ini, mereka tidak sendirian. Kamila bergabung untuk memperkuat divisi marketing. Bersama Riris, Sang CEO, mereka menciptakan dua ide besar, yaitu kolaborasi dengan Si Juki, karakter komik populer Indonesia, yang akan tampil sebagai supir cameo dalam game; serta event giveaway Steam Key untuk mengapresiasi para penggemar lama yang disebut “Changer Fans”.
Kombinasi nostalgia, humor lokal, dan rasa terima kasih ini berhasil membuat komunitas semakin hangat — seperti pesta kecil yang merayakan kerja keras dan kebersamaan.
Membangun Komunitas Nyata (Juli–September 2025)
Kalau diibaratkan seperti rumah, 1998: The Toll Keeper Story sudah punya banyak tamu yang datang, tapi belum punya ruang tamu untuk ngobrol. Maka mereka membuat Discord resmi GameChanger Studio, dengan target 300 anggota sebelum demo pada Steam Next Fest di bulan Oktober.

Untuk mencapai itu, mereka mengadakan berbagai acara mingguan seperti livestreaming demo 1998 dan game lain buatan studio, kompetisi desain poster propaganda, hingga event “Letters for Dewi” — tempat pemain menulis surat untuk karakter utama game.
Tidak hanya online, tim juga hadir di Indonesia Game Week (IGW). Di sana, Yosi, sang UI artist, mencetuskan ide unik, yaitu “Lomba Dekorasi Diary Dewi”, yang mana pengunjung bisa menghias halaman diary dan membawa pulang hadiah. Pendekatan ini terasa personal, seperti bertemu langsung dengan jiwa game-nya.
Menguatkan Cerita di Media Sosial (September 2025)
Alih-alih terus memamerkan screenshot atau gameplay, Riris mengganti arah promosi dan fokus pada makna di balik game.
Mereka mulai memposting konten tematik, seperti potongan berita dalam game yang menjelaskan alasan mahasiswa berdemo, gambar selebaran propaganda untuk menunjukkan bagaimana informasi menyebar di masa 1998 sebelum ada media sosial, serta foto graffiti “Demokrasi Mati” sebagai simbol suara rakyat di tengah krisis.

Pendekatan ini membuat audiens tidak hanya tahu game-nya, tapi juga merasakan konteks sejarah dan emosinya. Seperti membaca buku harian yang tiba-tiba terasa nyata.
Menuju Peluncuran (Oktober 2025)
Semakin dekat ke tanggal rilis 28 Oktober, strategi tim beralih ke fase serius, yaitu media outreach dan review.
Sekitar 10–13 Oktober, mereka mengirim Steam Key versi penuh ke media lokal dan Asia Tenggara lebih awal, agar jurnalis punya cukup waktu untuk menulis review sebelum embargo. Untuk pasar internasional, mereka bekerja sama dengan CC Games sebagai publisher wilayah China, Hong Kong, Taiwan, dan Makau.
Langkah ini sangat cerdas. Banyak studio kecil sering menunggu hingga game rilis terlebih dahulu, baru menghubungi media, tapi GameChanger melakukannya lebih awal, sehingga review sudah siap tepat di hari peluncuran.
Momen Puncak: YouTuber & Komunitas Meledak (28 Okt–4 Nov 2025)
Saat hari peluncuran tiba, tim seperti menonton pesta besar. Review mulai bermunculan dari Screen Hype dan Kakuchopurei, yang dirasa memberikan suntikan semangat yang sangat besar.

Lalu efek domino dimulai. YouTuber seperti Wendika, Christopher Devin, dan Droomp mulai memainkan game ini. Bahkan Droomp sampai kesal sendiri karena belum menemukan semua ending — momen yang nampaknya justru sangat menghibur bagi penonton.
Kemudian datanglah “gelombang besar”, Windah Basudara memainkan 1998: The Toll Keeper Story. Semua anggota tim menontonnya bersama. Setelah itu, giliran Eno Bening dan PokoPow yang ikut bermain.
Reaksi pemain pun meledak. Banyak yang saling berdiskusi di Discord mencari “Best Ending”. Hasilnya nyata. Dalam dua hari, game ini mengumpulkan 50 review positif di Steam. Dua hari berikutnya, jumlahnya tembus 100 review dan mendapat rating “Very Positive”. Versi mobile-nya pun sukses besar, menembus posisi lima besar di kategori “Top Paid (New)”.
Penutup: Lebih dari Sekadar Promosi
Kisah sukses 1998: The Toll Keeper Story membuktikan bahwa marketing game bukan cuma soal strategi, tapi juga empati.
GameChanger Studio berhasil membuat orang peduli dulu, baru tertarik membeli. Seperti ketika kamu menonton film yang menggugah perasaan — kamu tak hanya ingin tahu ending-nya, tapi juga ingin tau proses kreatif di baliknya hingga ikut mendukung orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Bagi tim GameChanger, promosi 1998 bukan sekadar kampanye, tapi perjalanan bersama komunitas. Dan keberhasilan itu jadi bukti bahwa saat hati, cerita, dan strategi berjalan beriringan, bahkan game indie pun bisa bersuara besar.
Apakah kamu termasuk yang ikut wishlist atau menonton Windah saat memainkan game ini waktu rilis? Kalau iya, mungkin kamu juga bagian dari kisah sukses luar biasa ini.
1998: The Toll Keeper Story sudah tersedia di PC via Steam, maupun Android via Google Play!
Kategori
Berita
Posting Komentar